Sabtu, 02 Oktober 2010

Mekanisme kerja Akupunktur dalam mengatasi Nyeri

Nyeri

Definisi

            Nyeri adalah rasa sensorik tidak nyaman dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan atau yang dideskripsikan dengan suatu kerusakan. (International Association for the Study of Pain, 1986). Rasa nyeri selalu merupakan sesuatu yang bersifat subjektif. Setiap individu mempelajari nyeri melalui pengalaman yang berhubungan langsung dengan luka (injury), yang terjadi pada masa awal kehidupannya. Secara klinis, nyeri adalah apapun yang diungkapkan oleh pasien mengenai sesuatu yang dirasakannya sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan / sangat mengganggu (Dharmady & Triyanto).
Ketika suatu jaringan mengalami cedera atau kerusakan,terjadi pelepasan  bahan – bahan yang dapat merangsang reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan oleh stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk).

Fisiologi


Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda :
1. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta (bermielin)
Merupakan serabut komponen cepat dengan diameter 2 – 5 mm dan kecepatan transmisi 12 – 30 m/det, memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
b. Serabut C (tidak bermielin)
Merupakan serabut komponen lambat dengan diameter 0,4 – 1,2 mm dan kecepatan transmisi 0,5 m/det, terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
2. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
3. Reseptor visceral : meliputi organ-organ dalam seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Mekanisme nyeri terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu transduksi, transmisi, modulasi, sensasi dan persepsi.
Transmisi nyeri dibawa oleh serabut A – delta maupun serabut C ke korda spinalis, serabut saraf aferen masuk ke dalam medulla spinalis lewat dorsal root dan sinaps dorsal horn yang terdiri dari lapisan (laminae) II dan III yang saling berkaitan membentuk daerah substansia gelatinosa (SG). Substansi P sebagai neurotransmitter utama dari impuls nyeri dilepaskan oleh sinaps dari substansia gelatinosa. Impuls nyeri berjalan melalui medulla spinalis dan diteruskan ke jalur spinalis asendens yang utama yaitu tractus spinothalamicus dan tractus spinoreticularis yang menunjukkan sistem diskriminatif dan membawa informasi mengenai jenis dan lokasi dari rangsang nyeri ke thalamus dan kemudian diteruskan ke korteks serebri untuk diinterprestasikan, sedangkan impuls yang melewati tractus spinoreticularis diteruskan ke batang otak dan mengaktifkan respon otonomik dari sistem limbik (motivational effective).

Penatalaksanaan

 
1.      Tindakan Farmakologis :

a.           Analgesik Narkotik
b.            Analgesik Lokal
c.            Anti Inflamasi Non Steroid. 

2. Tindakan Non Farmakologis : 

       a. Penanganan fisik  /  stimulasi fisik meliputi : 
·        Stimulasi kulit 
·        Stimulasi elektrik (TENS) 
·        Akupunktur 
·        Plasebo 
b.  Intervensi perilaku kognitif meliputi : 
·        Relaksasi 
·        Hypnosis 
·        Umpan balik biologis 
·        Distraksi 
·        Imajinasi terbimbing


Mekanisme kerja akupunktur

Mekanisme kerja Akupunktur dalam mengatasi nyeri dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Akupunktur Segmental dan Akupunktur Heterosegmental. Pada Akupunktur Segmental, penusukan kulit oleh jarum Akupunktur merangsang serabut saraf aferen A ð yang  mana akan diteruskan baik ke marginal cell maupun ke enkephalinergic stalked cell. Dari marginal cell rangsang diteruskan ke otak melalui tractus spinothalamicus yang membawa informasi tentang penusukan jarum sehingga nyeri tersebut dapat disadari. Dari enkephalinergic stalked cell dikeluarkan enkephalins yang menghambat substansia gelatinosa cell yang mana mencegah penyaluran informasi rangsang nyeri tersebut lebih lanjut ke otak.
Sedangkan pada Akupunktur Heterosegmental rangsangan berupa penusukan jarum akupunktur dibawa naik dari marginal cell menuju nucleus ventro posterior lateralis thalamus, dimana ia diproyeksikan ke cortex dan menjadi disadari ; tetapi pada midbrain, axon axon ini membuat kolateral ke periaqueductal grey matter. Periaqueductal grey matter berproyeksi ke bawah menuju nucleus raphe magnus pada bagian tengah dari Medulla Oblongata, dan selanjutnya mengirimkan serat seratonergic (5 HT) ke stalked cell. Selanjutnya menghambat substantia gelatinosa cells dengan mekanisme enkephalinergic sehingga mencegah informasi nyeri tiba di wide dynamic range cells yang berada dalam bagian abu abu dari Medulla Spinalis, yang mengirim axon axonnya menuju otak. Periaqueductal grey matter juga dipengaruhi oleh opioid endorphinergic fibres yang turun dari hipothalamus, dimana hipothalamus menerima proyeksi dari cortex  prefrontal. Sedangkan mekanisme Akupunktur adrenergic dapat dijelaskan sebagai berikut. Marginal cell diaktivasi oleh reseptor tusukan A ð, di samping ke nucleus ventral posterior lateral juga ke periaqueductal grey matter. Selain melalui nucleus raphe magnus juga ke nucleus raphe gigantocellularis. Nucleus raphe gigantocellularis melalui axon noradrenergic ( NAD ) pada funiculus dorsolateralis menuju Stalked cell yang selanjutnya menghambat substantia gelatinosa cells dengan mekanisme enkephalinergic. Di samping itu dari tractus Spinothalamicus juga mengirim cabang cabang axon ke daerah daerah sebagai berikut :
a. Subnucleus reticularis dorsalis pada medulla oblongata bagian caudal. Proyeksi proyeksi descending dari struktur ini menginhibisi informasi yang dibangkitkan oleh rangsang nyeri yang tiba di medulla spinalis pada C nociceptor.
b. Nucleus paragigantocellularis lateralis yang mana secara tidak langsung (mungkin melalui locus coeruleus) menginhibisi tingkat medulla spinalis yang dimediasi oleh noradrenergic.
c. Locus coeruleus pada sambugan medulla oblongata dengan pons. Axon axon nor adrenergic ini secara langsung menghambat neuron neuron spinal ini, yang mana neuron neuron ini mempunyai hubungan sinaptik.

Sejarah singkat perkembangan Akupunktur


Orang orang Cina telah mempraktekkan akupunktur dan moxibusi selama beberapa ribu tahun yang lalu dan berita tentang itu telah sampai ke dunia luar. Orang luar pertama yang mendengar tentang hal itu adalah orang Korea pada awal abad ke 6 sebelum Masehi. Tidak lama setelah itu, misionaris Cina dan Korea memperkenalkan akupunktur kepada orang Jepang bersamaan dengan penyebaran agama Budha.

Dunia barat belum belajar mengenai pengobatan oriental ini sampai pada abad ke 17 dimana misionaris misionaris Jesuit datang ke Kanton untuk mengajarkan orang orang Cina mengenai agama Kristen. Mereka melihat akupunktur digunakan di sana.

  Istilah Akupunktur pertama kali digunakan oleh seorang dokter lulusan Universitas Leiden yang bernama Willem ten Rhijne (1647 – 1700). Setelah lulus menjadi dokter, ia bekerja pada Dutch East Indian Company (VOC) dan ditugaskan ke Jawa. Tidak lama setelah ia sampai di Jawa, ia diperintahkan untuk pergi ke Pulau Deshima di Teluk Nagasaki, Jepang selama 2 tahun. Di sana ia melihat dokter dokter Jepang menggunakan akupunktur dalam pengobatan. Pada saat itu jarum yang dipergunakan terbuat dari emas dan perak. Dia menulis buku dalam bahasa Latin berjudul Disertatio de Arthride: mantissa schematica: de Acupunctura setelah ia meninggalkan Nagasaki pada tanggal 27 Oktober 1676 dan kembali ke Jawa, kemudian buku tersebut diterbitkan di London dan Leipzig pada tahun 1683. Pada akhir masa hidupnya, ia menjadi direktur Leprosarium sampai ia meninggal di Batavia pada tanggal 1 Juni 1700.

Di Amerika Serikat, Akupunktur telah berkembang lama dalam lingkungan China town di San Fransisco dan New York.  Akupunktur mulai terkenal secara luas sejak seorang wartawan New York Times yang bernama James Barrett Scotty Reston pada bulan Juli tahun 1971 menulis pengalamannya dimana seorang dokter Cina yang bernama Li Chang-yuan menggunakan akupunktur untuk menghilangkan rasa nyeri yang dialaminya setelah menjalani operasi Appendectomy (radang usus buntu) di RS Anti Imperialist – Beijing. Kemudian pada tahun 1972 Presiden Richard Nixon bersama dokter dokter Amerika melakukan kunjungan ke Cina dan menyaksikan operasi dengan menggunakan akupunktur analgesi sebagai prosedur anestesinya yang dilakukan oleh Professor Xin Yu-ling.
Di Indonesia, menurut Hembing, akupunktur sudah ada sejak rombongan ekspedisi Laksamana Cheng Ho (1371 – 1435) masuk wilayah Indonesia dan berlabuh di  Semarang 600 tahun lalu. Dari 37.000 anak buah Cheng Ho yang menggunakan 300 perahu besar itu, dipastikan terdapat para tabib dan ahli akupunktur. Willem ten Rhijne (1647 – 1700) juga pernah melihat dokter Jepang mempraktekkan akupunktur di Jawa. Diperkirakan akupunktur semakin banyak dipakai sejak datangnya para imigran dari Cina pada abad ke 18. Pada saat itu akupunktur hanya dipraktekkan secara tertutup di kalangan masyarakat Cina dan praktisinya pun umumnya adalah seorang Shinshe / tabib (pengobat tradisional Cina).
Namun ketika pada tahun 1962 tim ahli akupunktur didatangkan dari RRC untuk mengobati Presiden Soekarno, maka keberadaan akupunktur pun mulai terdengar di kalangan umum. Apalagi karena kemudian Presiden Soekarno menyarankan para dokter Indonesia agar mempelajari ilmu tersebut, maka mulai menyebarlah ilmu akupunktur di Indonesia. Pada tahun 1963 atas instruksi Menteri Kesehatan masa itu, Prof. Dr. Satrio, Departemen Kesehatan meneliti dan mengembangkan cara pengobatan Timur, termasuk Akupunktur dan membentuk sebuah Tim Riset Ilmu Pengobatan Tradisional Timur . Maka mulai saat itu praktek akupunktur diadakan secara resmi di Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta yang kemudian berkembang menjadi sebuah Sub Bagian Akupunktur di bawah bagian Penyakit Dalam, dan selanjutnya memisahkan diri menjadi Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan akhirnya berganti nama menjadi Departemen Medik Akupunktur hingga saat ini. Departemen ini secara rutin menerima dokter umum yang berminat mempelajari akupunktur untuk dididik menjadi dokter spesialis Akupunktur Medik.

Apakah Akupunktur Medik itu ?

AKUPUNKTUR MEDIK

dr. Martin Ganda, Sp. AK
RSUD Cengkareng


Pendahuluan

            Akupunktur telah digunakan sejak beberapa ribu tahun yang lalu untuk mengobati berbagai macam penyakit dan gejala. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menerangkan mekanisme kerja akupunktur secara ilmiah. Konsep akupunktur telah berkembang dari Konsep Tradisional Klasik menjadi Konsep Akupunktur Medik yang diterapkan berdasarkan kaidah kedokteran konvensional. Akhir akhir ini Ilmu Biomedik telah berusaha mengetahui dan membuka rahasia Akupunktur Medik dalam penggunaan Akupunktur sebagai terapi dari berbagai penyakit. Salah satu hasil penelitian Ilmu Biomedik menunjukkan bahwa titik akupunktur mengandung banyak ujung ujung saraf, sel mast, saluran limfatik dan kapiler. Titik akupunktur juga mempunyai tahanan listrik yang lebih rendah daripada jaringan sekitarnya.
Ketidakseimbangan neurotransmitter dalam tubuh berperan dalam patologi terjadinya penyakit. Apabila ketidakseimbangan ini terus berlanjut maka dapat menyebabkan gangguan pada sistem metabolisme dan imunomodulator. Hal inilah yang  mendasari timbulnya beberapa penyakit seperti pada penyakit yang berhubungan dengan nyeri, gangguan sistem organ, gangguan sistem imun, gangguan gerak dan penyakit metabolik. Hasil penelitian Ilmu Biomedik selanjutnya menemukan bahwa kadar dari beberapa neurotransmitter seperti β endorfin, enkefalin, serotonin (5 Hidroksi Triptamin) dan dopamin pada plasma dan jaringan otak meningkat setelah tindakan akupunktur. Selain itu akupunktur juga mempunyai efek imunomodulator pada sistem imun dan efek lipolitik pada sistem metabolisme. Oleh karena kemampuannya menimbulkan efek tersebut maka akupunktur dapat digunakan sebagai pengobatan berbagai penyakit yang berhubungan dengan gangguan sistem saraf, nyeri, gangguan metabolisme, sistem organ, sistem imun, psikosomatik dan rehabilitasi. Penusukan jarum akupunktur dapat digunakan sebagai strategi terapi pada berbagai penyakit melalui sekresi neurotransmitter tersebut.

Sifat titik akupunktur

            Menurut Ilmu Biomedik, titik akupunktur merupakan titik pada jaringan tubuh yang padat akan jaringan dan ujung ujung saraf, sel mast, kapiler serta saluran limfatik. Kulit dan jaringan otot akan terlibat dalam penusukan jarum akupunktur. Menurut Melzack (1977) 70 – 80 % titik akupunktur tidak berbeda dengan titik nyeri dan titik otot motorik. Titik akupunktur juga mempunyai potensial listrik yang lebih tinggi dibanding dengan titik lainnya. Dengan alat galvanometer dapat dibuktikan bahwa titik akupunktur merupakan titik yang berenergi tinggi. Pemeriksaan Histologis pada preparat yang diambil dari 34 lokasi di kulit, dimana 11 diantaranya adalah lokasi titik akupunktur, ditemukan bahwa terdapat 2 jenis titik akupunktur yakni resertor dan efektor. Penemuan ini didasari oleh distribusi reseptor somatosensorik dan dari sejumlah ujung ujung saraf bebas.   

Efek akupunktur

            Beberapa penelitian baik pada hewan percobaan maupun manusia menunjukkan bahwa penusukan akupunktur dapat memberikan berbagai respons biologis. Reaksi ini bisa bersifat lokal (di sekitar titik penusukan), regional dan sistemik. Reaksi ini terjadi akibat reaksi titik akupunktur terhadap jaringan saraf mulai dari perifer sampai sentral. Jaringan saraf dapat berkomunikasi satu dengan yang lain melalui neurotransmitter di sinaps. Stimulasi terhadap jaringan saraf di perifer akan dilanjutkan ke sentral melalui medulla spinalis, batang otak, menuju hipothalamus dan hipofise. Stimulasi yang sampai di otak akan menyebabkan sekresi berbagai neurotransmitter seperti β endorfin, norepinefrin, enkefalin dan 5 Hidroksi Triptamin yang berperan sebagai inhibisi sensasi nyeri. Sekresi neurotransmitter ini juga berperan dalam sistem imun sebagai imunomodulator serta perbaikan fungsi organ lainnya. Tindakan akupunktur juga melibatkan sebagian dari susunan saraf pusat termasuk sensasi dan fungsi otonom yang berhubungan dengan tekanan darah, sirkulasi darah dan regulasi suhu tubuh.

Mekanisme Kerja Akupunktur

          Reaksi akupunktur secara umum dapat dijelaskan melalui 3 tingkatan, yaitu reaksi lokal, segmental dan sentral.
      1. Reaksi lokal :

            Penjaruman menyebabkan mikrotrauma. Selanjutnya jaringan melepaskan mediatornya untuk memperbaiki kerusakan jaringan dengan segera dan memulai reaksi biokimia berantai yang cepat. Mediator pada reaksi berantai ini adalah histamin, serotonin, kinin, limfokinin, leukotrien dan prostaglandin. Efeknya terbatas hanya secara lokal. Mediator tersebut jarang menyebabkan reaksi jauh. Mikrotrauma tersebut juga menyebabkan pelepasan neuropeptida Calsitonine Gene Related Peptide (CGRP),  Substansia P anti inflamasi dan β endorfin lokal. CGRP dalam jumlah besar menyebabkan reaksi pro inflamasi, tetapi sebaliknya CGRP dalam jumlah kecil mempunyai efek anti inflamasi. Pemberian terapi akupunktur dengan perangsangan yang lemah dapat menyebabkan pelepasan CGRP yang mempunyai efek anti inflamasi tanpa merangsang sel – sel pro inflamasi. β endorfin merangsang sel T helper 2 untuk menghasilkan Inter Leukin 10 yang dapat  mengurangi reaksi inflamasi. β endorfin juga berfungsi mengurangi rasa nyeri. (Zijlstra F J, Lange I B, Huygen F J P M, Klein J , 2003). (Lihat gambar 1)        

   

Gambar 1 : Mekanisme akupunktur reaksi lokal

Sumber : Zijlstra F J, Lange I B, Huygen F J P M, Klein J, Anti-inflammatory actions of acupuncture, Mediators of Inflammation, Taylor & Francis health science, April 2003 ; 12 (2) : 66.







      2. Reaksi segmental :

          Penjaruman memicu gamma loop eferen pada kornu ventralis medulla spinalis yang  mengaktifkan saraf motorik somatik ke otot, dan saraf motorik otonom ke pembuluh darah dan ke organ organ dalam. Informasi aferen juga disalurkan ke medulla spinalis ke atas dan ke bawah menyebabkan refleks otot, nosiseptive dan viseral di sepanjang medulla spinalis dari tingkat segmental spinal dimana rangsangan tersebut dihasilkan. Neuron neuron yang berhubungan dengan sistem otot terdiri dari sebuah jalur yang dikenal sebagai gamma loop, yang penting untuk fungsi otot walaupun sinyal motorik volunter ditimbulkan oleh jalur yang turun dari otak. Reaksi regional terdiri dari aktivasi dari sebuah area yang luas (2 – 3 dermatom) melalui lengkung refleks. Refleks refleks ini adalah refleks visero-kutaneus (refleks splakno-fasial), refleks kutaneo-viseral, refleks visero-muskular dan visero-viseral (refleks somato-otonomik), refleks somatomotor (refleks kutaneo-muskular segmental) dan juga refleks vegetatif.
          Susunan Saraf manusia terdiri dari Susunan Saraf Pusat (SSP) dan Susunan Saraf Perifer. Susunan Saraf Perifer dibagi lagi menjadi Sistem saraf Otonom (SSO) dan Sistem saraf somatik. SSO terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Juga ada 12 saraf cranial yang berasal dari dalam otak yang berasal dari batang otak dan merupakan bagian dari SSO. Saraf otak dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari SSP dan juga Susunan Saraf Perifer. Susunan saraf viseral merupakan bagian dari SSO. (Lihat gambar 2).  Nukleus saraf cranial berada dalam cranium di atas foramen magnum dan medulla spinalis. Hanya saja ada kekecualian yaitu untuk traktus spinalis saraf trigeminal, turun ke medulla spinalis bagian cervical. Semua saraf perifer berasal dari medulla spinalis. Medulla spinalis merupakan jalur utama dari kebanyakan saraf.  (Lihat gambar 3) 



Gambar 2 : Pembagian Sistem saraf

Sumber : Cho Z H, Wong E K, Faloon J, Neuro-Acupuncture Scientific evidence of Acupuncture revealed, Q-puncture, Inc., Los Angeles 2001 ; 103.















Gambar 3 : Saraf perifer yang keluar dari Medulla spinalis

Sumber : Cho Z H, Wong E K, Faloon J, Neuro-Acupuncture Scientific evidence of Acupuncture revealed, Q-puncture, Inc., Los Angeles 2001 ; 102.

          Banyak gejala dan efek akupunktur yang dapat dijelaskan melalui neurofisiologis dari persarafan segmental. Terapi segmental digunakan terutama untuk gejala gejala segmental dan fungsional, memodulasi nyeri dan pengobatan simtomatis dari gejala gejala struktural. Sebuah segmen terdiri dari sebuah dermatom, sebuah miotom, sebuah sklerotom dan sebuah viserotom. Semua bagian ini berhubungan satu dengan yang lain melalui persarafan yang sama, dan melalui persarafan ini setiap bagian dari sebuah segmen mampu mempengaruhi bagian lain dalam satu segmen. Dalam terapi akupunktur segmental, seseorang menggunakan titik titik akupunktur yang secara neuroanatomi  berhubungan dengan segmen yang terganggu. Pada prinsipnya, titik titik ini berada pada dermatom, miotom, sklerotom dari segmen yang terganggu.
          Penelitian kedokteran barat terhadap akupunktur banyak difokuskan pada dasar neurokimia saja dari akupunktur analgesia dan SSP. Dalam melakukan penelitian tersebut, mereka telah mengabaikan Sistem saraf tepi dan beberapa petunjuk penting pada efektivitas akupunktur. Konsep keseimbangan Yin – Yang dalam Ilmu Pengobatan Tradisional Cina juga analog dengan keseimbangan sistem simpatis dan parasimpatis pada SSO. Gambar 4 memperlihatkan jalur sistem saraf simpatis yang mempersarafi organ organ dalam.  Penjaruman efektif dalam mengobati banyak penyakit yang resisten terhadap cara pengobatan barat dengan cara memakai Sistem saraf tepi.
          Beberapa penelitian telah mengkonfirmasikan bahwa terdapat sebuah keteraturan tertentu yang dapat diramalkan dalam manfaat terapeutik dari setiap titiknya, misalnya jarak terapeutik dari setiap titik bergantung terutama pada area yang dipersarafi oleh segmen saraf yang bersesuaian.  Setiap titik dapat diambil untuk mengobati penyakit penyakit organ yang terletak pada zona / area yang dipersarafi oleh segmen saraf yang sama atau berdekatan. Meridian meridian yang terletak membujur pada daerah dada, perut dan punggung termasuk diantaranya adalah Meridian Ren, Lambung, Hati, Ginjal, Kandung empedu, Kandung kemih dan Du, mempunyai hubungan tertentu secara teratur dengan persarafan segmental. Titik titik pada meridian Ren, Ginjal, Lambung, Du dan Kandung Kemih letaknya teratur dengan jarak tertentu (ukuran unit proporsional tubuh). Distribusi saraf saraf pada daerah punggung juga terletak dalam keteraturan segmental. Berdasarkan  fungsi dan efek dari titik titik Shu-belakang pada daerah punggung dan Mu depan pada daerah dada, indikasinya adalah identik dengan persarafan segmental dari saraf.


Gambar 4 : Persarafan Susunan Saraf Otonom ke organ organ internal.

Sumber : Gunn C C, Acupuncture and the peripheral nervous system. Dalam Filshie J White A, Medical Acupuncture – A Western Scientific Approach, Elsevier Churchill Livingstone, Philadelphia 2004 ; 142.

        3. Reaksi sentral :
Menurut Le Bars, Dickenson dan Benson (1979) terdapat suatu mekanisme neuronal yang disebut Diffuse noxious inhibitory controls (DNIC). DNIC berasal dari subnukleus retikularis dorsalis dalam medulla oblongata kaudal dan menghambat Substansia Gelatinosa. Sinyal penusukan dibawa oleh serabut somatik aferen ke medulla spinalis kemudian mengaktifkan Hipofise – hipothalamus sehingga  melepaskan β endorfin ke pembuluh darah dan cairan serebro spinalis, mengakibatkan meningkatnya analgesia fisiologis dan homeostasis berbagai macam sistem termasuk sistem imun, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan dan perbaikan jaringan. Ia juga mensekresi ACTH dan hormon lainnya seperti Thyrotropin Releasing Hormone, Growth Hormone, Anti Diuretic Hormone, Folicle Stimulating Hormone, Luteinizing Hormone, Steroid Hormone dan lain lain. Hormon ini dapat merangsang pembentukan kortisol yang berguna untuk memodifikasi sensasi nyeri dan reaksi imun. (Lihat gambar 5)


Gambar 5. Mekanisme sentral akupunktur yang berhubungan dengan analgesia, homeostasis, nyeri dan reaksi imun.

Sumber : Kolegium Akupunktur Indonesia, Akupunktur Medik dan Perkembangannya, Jakarta 2009 ; 6.

Aplikasi Klinik

Akupunktur sudah lama digunakan secara luas dalam bidang kedokteran. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan area yang luas dalam penggunaan Akupunktur untuk  pengobatan masalah kesehatan, meliputi :
·        Gangguan saraf dan otot
·        Gangguan pernapasan
·        Gangguan pencernaan
·        Gangguan sistem reproduksi
·        Gangguan fisik yang berhubungan dengan ketegangan dan stress emosional
·        Gangguan sistemik dan fungsional
·        dll.

Beberapa penyakit yang biasanya ditangani oleh akupunktur adalah sebagai berikut :
1.      Cephalgia
2.      Migren
3.      Brachialgia
4.      Low Back Pain
5.      Fibromyalgia
6.      Ischialgia
7.      Arthitis
8.      Frozen shoulder
9.      Neuralgia Pasca Herpetica
10.  Trigeminal Neuralgia
11.  Dysmenorrhoea
12.  Bell’s palsy / Paralisis fascialis
13.  Tic fascialis
14.  Stroke
15.  Vertigo
16.  Asma Bronchiale
17.  Rhinitis alergika
18.  Dyspepsia
19.  Diabetes Melitus
20.  Insomnia
21.  Infertiliti
22.  Hipertensi
23.  Hiperemesis gravidarum
24.  Tinnitus
25.  Obesitas
      dll.

Jumlah pengobatan yang diperlukan adalah berbeda pada setiap orang tergantung kondisi gangguan / penyakitnya. Pada penyakit yang baru biasanya diperlukan 1 seri terapi, sedangkan pada penyakit yang lebih lama memerlukan beberapa seri terapi. Satu seri terapi terdiri dari 10 – 12 kali kunjungan. 
Kesimpulan

            Dari sudut pandang Ilmu Biomedik, terapi akupunktur adalah berdasarkan  kepada :
1.      Adanya sinyal elektrik melalui konduksi jaringan saraf yang akan menstimulasi sekresi biokimiawi dan neurotransmitter yang berperan baik sebagai analgesik maupun dalam stimulasi sistem imun atau imunomodulator.
2.      Terjadinya aktivasi sistem endogen opioid di Susunan saraf pusat yang mengakibatkan inhibisi eksitatorik sebagai analgesik.
3.      Adanya perubahan sensasi yang mengakibatkan perubahan fungsi saraf otonom tubuh melalui perubahan komponen biokimiawi dan neurotransmitter dan neuroendokrin di otak.


Penutup

Akupunktur masih terus dipakai dan dikembangkan sejak dari jaman dahulu sampai sekarang, karena baik secara empiris maupun dari penelitian penelitian ilmiah, hasilnya sangat membantu manusia untuk mendapatkan kesehatan yang prima. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa Akupunktur adalah suatu terapi pilihan dalam pengobatan.